Message from Chookies

Posted on Thursday, September 25, 2008 by arylangga

Saat seperti ini (-7 lebaran) , para ibu-ibu dan isteri-isteri sudah menjerit … "…pa….mana…thrnya ..mau buat kue nih..!!" dan para suami...hanya tersenyum nakal..(he…he…), menggoda: "…udah tenang aja…entar tetangga dengar lagi..malu…hee..ehhh…"


Tapi kejadian ini tidak seperti itu, kejadian ini menceritakan tentang sebuah cookies (kue) yang membawa pertemuan pada dua orang yang berseteru namun saling “merindukan”

Pertemuan ini menjadi moment dimana gugurnya egoisme diantara dua individu yang sangat berbeda.

Ya, pertemuan ini kembali menghangatkan tentang indahnya sebuah jalinan kerjasama.

(gbr dari :http://www.bfeedme.com)


Cerita itu berasal dari teman saya , sebut saja Wisnu, salah seorang managing director suatu perusahaan konsultan di Jakarta.

Lucunya ia memiliki seorang sopir (Ujang), yang bekerja untuknya sudah sekian lama (6 tahun),

Namun kerjasama itu terhenti ketika suatu hari sang sopir menyatakan sikapnya bahwa ia sudah capek dan ingin berhenti . dengan alasan simple, bahwa kawan saya ini tidak memperhatikan jam kerja yang begitu besar, sehingga si sopir merasa keletihan dan sering merasa sakit.

Dan tahu apa merupakan momentum sopir ini berhenti : adalah ketika sopir ini sedang mengantarkan cookies kepada klien sebagai parcel lebaran.


Nah pada saat menjelang hari lebaran ini, seperti biasanya Wisnu ingin mengirim beberapa cookies kepada kliennya. Tiba-tiba ia teringat akan sopirnya yang lalu. Walau bagaimana si Sopir dan Wisnu selain hubungan atasan dan bawahan juga merupakan teman/sahabat. Sehingga boleh dikatakan bahwa kehadiran Sopirnya bagi Wisnu lebih dari seorang karyawan.

Wisnu tahu hal itu dan ia pun mengingat si Sopir disaat –saat seperti ini.

Maka Wisnu pun mengajak isterinya berdiskusi mengenai hal itu.

Wisnu : maa..ayah..teringat si Ujang..sopir kita,

Mama : iyaa..ya…sekarang dimana ia…

Wisnu : benar ma..mungkin ayah juga banyak salah ke ujang..

Mama : benar tuh..kasihan si ujang…coba deh. ..ayah hubungi lagi ..siapa tahu ujang mau balik..bilang aja..dulu..kesini..mau antar kue…

Ayah : udah..ma…mama aja yang hubungi..

Mama : ya..iya..entar mama hubungi.

Namun tiba-tiba suara HP mama berbunyi :

Mama : Halllo…siapa nih…

Penelfon : iya..bu..saya ujang…Bapak ..mau ngantar kue….

Mama menutup telp sejenak , dan menatap ayah

Mama : ayah..ujang…(seperti terkejut)

Ayah : udah panggil kesini.

Mama kembali berbicara kepada Ujang

Mama ; iya jang..kamu kesini ya…ditunggu.

Ujang : iya bu.,…secepatnya.

Telp ditutup.

Ayah : hee…hee…kok connect ya..maa..

Mama : iya iya..ujang itu udah seperti saudara sendiri..

Ayah : benar ..ayah mau..sopir ada dua , yang sekarang khusus dikantor aja, biar ujang untuk sopir keluarga, jadi dia ngak terlalu kecapaian.

Mama ; nah..gitu dong baru adil…coba dari dulu.. semua senang…

Gimana , apakah anda sudah membaca cerita itu,


Seringkali kita lupa bahwa mendengarkan adalah sebuah seni berkomunikasi.

Kita sering terjebak pada pola komunikasi yang sangat formal dan cendrung melihat orang lain sebagai lawan –yang perlu diserang, akhirnya kita menjadi reaktif dan kemudian menyebabkan orang lain terluka.


Karena itu sebagai bahan refleksi kita hari ini:

Sudahkah anda/ leader mengembangkan kebiasaan mendengarkan dengan empati didalam lingkungan kita sendiri.

Dan sudahkah anda/leader untuk belajar mengakui kesalahan dan memperbaiki kesalahan itu..?